Kamis, 29 Oktober 2015

TUGAS OL 2 MANAJEMEN LOGISTIK DAN FARMASI RUMAH SAKIT

 Nama : wafiqotul Ummah
Nim : 2014 31 331
Seksi : 10
MASALAH
PENGELOLAAN OBAT DAN PERBEKALAN FARMASI
SELEKSI/PERENCANAAN
·         Besaran anggaran perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan farmasi yang diusulkan berdasarkan standard WHO yang menyatakan biaya pengobatan tiap orang sebesar US$2(Rp.18.000,00) dikali dengan jumlah total penduduk kabupaten samosir sehingga dana yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan sebenarnya.
·         Seleksi obat tidak berdasarkan metode konsumtif,metode morbiditas ataupun analisis PARETO, tapi berdasarkan jenis obat yang tertera pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan tentang standard harga obat generik versus dana yang telah dianggarkan,sehingga banyak obat yang dibutuhkan tidak dapat diadakan karena tidak terdapat dalam standard.
PENYEDIAAN/PENGADAAN
·         Pengadaan dilakukan oleh pihak ketiga melalui penunjukan langsung dimana obat dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan tertera pada Surat Perjanjian Kerja/Kontrak (menghindari pelelangan umum).
·         Obat dan perbekalan farmasi yang diadakan pada kontrak sesuai dengan yang ada pada standard yang telah ditetapakan pemerintah seperti harga dan kemasan(kemasan yang ada mayoritas kemasan Pot 1000 tablet sehingga pembagian ke puskesmas dan satelitnya sulit).
·         Penerimaan barang dari pihak ketiga dilakukan oleh panitia penerima yang sering tidak berlatar belakang pendidikan farmasi sehingga tidak mengetahui kualitas barang yang diterima.
3. PENYIMPANAN DAN DISTRIBUSI
·         Obat dan perbekalan farmasi yang telah disediakan oleh pihak ketiga disimpan pada Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir yang hanya memiliki satu pintu sehingga sulit melakukan distribusi secara FIFO dan FEFO yang dapat menyebabkan  obat expired.
·         Obat dan perbekalan farmasi didistribusikan ke puskesmas dengan prosedur puskesmas datang dengan membawa LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) yang diisi oleh tenaga farmasi puskesmas dan diketahui oleh Kepala Puskesmas lalu langsung dibawa sendiri ke puskesmas, dengan demikian tidak ada evaluasi terhadap laporan pemakaian obat dan analisa kebutuhan yang diusulkan puskesmas oleh petugas farmasi.
·         Obat dan perbekalan farmasi yang diterima puskesmas disimpan di tempat penyimpanan obat puskesmas dan tanpa ruangan khusus sehingga dapat menyebabkan kerusakan ataupun kehilangan obat.
·         Satelit puskesmas seperti PUSTU dan bidan desa menerima obat dan perbekalan farmasi setiap bulan dari puskesmas secara rutin dan puskesmas membagi jumlah obat dan perbekalan farmasi kepada PUSTU dan bidan desa berdasarkan jumlah dan jenis obat yang diterima dari dinas kesehatan tanpa meminta laporan pemakaian obat bulan sebelumnya. Hal ini menyebabkan banyak obat dan perbekalan farmasi yang tidak dibutuhkan menjadi terbuang.
PENGGUNAAN
·         Obat dan perbekalan farmasi  pada puskesmas terkadang digunakan oleh perawat/bidan apablia dokter tidak ada sehingga menimbulkan pemilihan obat yang tidak variatif yang dapat menimbulkan kekurangan/kelebihan jenis obat tertentu.
·         Obat dan perbekalan farmasi pada PUSTU dan bidan desa digunakan dan dikelola oleh Perawat/bidan bersangkutan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan tentang obat yang rendah sehingga banyak jenis obat yang diterima dari puskesmas tidak digunakan karena tidak mengetahui kegunaan Obat dan perbekalan farmasi.
·         Pengetahuan konsumen(masyarakat) terhadap obat yang diterima tidak ada dan Pelayanan Informasi Obat dari petugas kesehatan tidak ada/kurang sehingga banyak obat yang tidak digunakan seluruhnya oleh pasien sehingga tidak dapat menurunkan angka morbiditas yang signifikan.
B.   PENUNJANG MANAGEMENT
ORGANISASI
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir selaku Pengguna Anggaran (APBD Tk.I) dan Kuasa Pengguna Anggaran (APBD Tk.II) sebagai penentu kebijakan besaran anggaran yang diusulkan terikat dengan perjanjian dan deal politik sehingga lebih mengutamakan kegiatan fisik (pembangunan dan pengadaan barang selain obat) dalam pagu tahunan dinas kesehatan.
 MEKANISME DAN TATA KERJA
Anggaran Obat dan Perbekalan kesehatan diusulkan kepada lembaga eksekutif melalui BAPEDA kemudian dilakukan rapat dengan lembaga legislatif melalui badan anggaran,besaran yang diusulkan sering tidak sesuai dengan DPA yang terbit karena keputusan mutlak ditangan badan anggaran.
SUMBER DAYA MANUSIA
Kepala seksi farmasi dijabat oleh seorang dengan latar belakang .pendidikan SPK(sekolah Perawat Kesehatan), para staf yang ada tidak mempunyai TUPOKSI dan SOP sehingga masih sering terjadi kesalahan ataupun ketidaktahuan dalam penyusunan, penyerahan dan pengemasan obat dan perbekalan farmasi serta system pelaopran yang sering tidak sesuai dengan kondisi fisik sebenarnya.
SISTEM INFORMASI
Sistem informasi yang digunakan masih konvensional seperti surat keputusan, surat edaran, perintah verbal, hard copy dan lainnya sehingga sulit melakukan advokasi dan intervensi terhadap penganggaran dan penggunaan obat dan perbekalan farmasi
PENDANAAN
Dana total yang diperoleh dari APBD Tk.I dan Tk.II sebesar 20% dari total pagu anggaran dinas kesehatan. Hal ini masih jauh dari yang diharapkan.
PEMECAHAN MASALAH (SOLVING)
PENGELOLAAN OBAT DAN PERBEKALAN FARMASI
SELEKSI/PERENCANAAN
Kita dapat memaksimalkan anggaran yang ada dengan cara menentukan atau mengklasifikasikan tingkat essensial obat. Obat sangat essensial disini maksudnya adalah obat yang sebagian besar masyarakat membutuhkannnya.
Proses pemilihan obat esensial dimulai dengan mendefinisikan dan mengklasifikasikan penyakit umum untuk tingkat perawatan kesehatan. Pengobatan pilihan pertama untuk setiap masalah kesehatan adalah dasar untuk membuat daftar obat esensial. Kita dapat menggunakan formularium nasional dan pedoman pengobatan yang telah ada dalam pemilihan obat esensial tersebut.
Dasar dalam pemilihan obat esensial adalah :
·         Relevansi obat dengan pola anatomi penyakit umum
·         Terbukti khasiat  dan keamanan
·         Memiliki referensi ilmiah dalam penggunaannya
·         Memiliki kualitas yang cukup
·         Memiliki biaya yang kecil tapi member manfaat yang besar
·         Merupakan produk lokal dan memiliki efek farmakokinetik yang diinginkan.
·         Tersedia dalam bentuk senyawa tunggal
PENYEDIAAN/PENGADAAN
Prinsip utama dalam penyediaan/pengadaan obat adalah :
·         Pengadaan dengan nama generik
·         Penentuan daftar obat esensial dalam pengadaan
·         Pengadaan dalam jumlah besar
·         Penentuan kualifikasi pemasok dan pemantauan
·         Melakukan kompetitif dalam proses pengadaan
·         Adanya komitmen dari industry/distributor tunggal
·         Jumlah pesanan sesuai estimasi yang wajar
·         Proses pembayaran dan pengelolaan yang baik
·         Adanya prosedur tetap
·         Pembagian tugas dan wewenang petugas
·         Jaminan kualitas produk pesanan
·         Adanya audit tahunan yang dipublikasi
·         Pembuatan laporan berdasarkan indicator kinerja
Langkah ini harus dilakukan dalam pemecahan masalah diatas.
PENYIMPANAN/DISTRIBUSI
Penyimpanan/distribusi obat yang efektif bergantung kepada desain isitem yang baik dan management yang baik pula. Sistem penyimpanan/distribusi yang dirancang dengan baik dan dikelola dengan baik pula harus mengikuti langkah sebagai berikut:
·         Menjaga pasokan obat(mobilisasi) konstan/tetap.
·         Menyimpan obat dalam kondisi baik selama proses distribusi
·         Meminimalkan kehilangan obat akibat kerusakan dan kadaluarsa.
·         Membuat catatan persediaan yang akurat.
·         Membuat ruang penyimpanan obat yang standard/sesuai kaidah.
·         Menggunakan alat transportasi yang tersedia secara efisien.
·         Mecegah kemungkina terjadinya pencurian atau penipuan dan kehilangan.
·         Memberikan informasi dalam penentuan estimasi kebutuhan obat.
Dalam menciptakan system distribusi yang baik harus memperhatikan elemen utama yaitu :
·         Desain system seperti : letak geografis dan jumlah penduduk, system arus distribusi, jarak antara gudang dengan satelit dan lainnya.
·         Informasi system seperti : kontrol persediaan, laporan pemakaian, alur informasi, pencatatan dan lainnya.
·         Penyimpanan seperti : pemilahan jenis sediaan, tata ruang dan lainnya.
·         Penyerahan obat seperti : obat sesuai permintaan, pemilihan alat transportasi, penjadwalan penyerahan obat dan lainnya.
Langkah-langkah dalam melaksanakan sistem distribusi adalah :
·         Memetakan permintaan obat dari puskesmas
·         Melaksanakan penyimpanan sesuai kaidah/aturan
·         Merencanakan alur distribusi
·         Membuat jadwal penyerahan obat kepada puskesmas.
·         Membuat pembagian tugas staf.
Inilah langkah nyata dalam penyelesaian masalah distribusi yang terjadi.
PENGGUNAAN
Penggunaan obat yang baik memiliki unsur seperti :
·         Penggunaan obat yang rasional
·         Penyelidikan terhadap penggunaan obat
·         Informasi obat dan terapi
·         Peresepan yang rasional
·         Penyerahan obat yang baik
·         Mendorong kepatuhan minum obat pasien.
1.      Penggunaan obat yang rasional mencakup tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis, tepat pasien, tepat penyerahan dan tepat terhadap kepatuhan pasien dalam minum obat.
2.      Penyelidikan terhadap penggunaan obat
Penyelidikan terhadap penggunaan obat harus dilakukan oleh kepala bidang farmasi dinas kesehatan selaku pembuat kebijakan. Penyelidikan dilakukan berupa data pola penggunaan obat, masalah spesifik penggunaan obat tertentu dan monitoring penggunaan obat dari waktu ke waktu.
Ada dua cara dasar untuk melakukan hal diatas yaitu : Metode kualitatif (apa yang diberikan) dan metode kuantitatif (mengapa obat tersebut diberikan).
1.      Informasi obat dan terapi
Sumber informasi yang dibutuhkan berupa :
·         Primer (artikel atau makalah terhadap penelitian asli obat)
·         Sekunder (review dari informasi primer berupa artikel atau makalah)
·         Tersier (Formularium, pedoman pengobatan, informasi produk obat dari produsen yang disetujui oleh Badan POM).
1.      Pola peresepan yang rasional
Pola peresepan yang rasional dapat dilakukan melalui beberapa strategi yaitu pendidikan, kepemimpinan dan kebijakan.
Pendidikan dapat dalam bentuk pendidikan dan latihan formal maupun kursus singkat, workshop, seminar, penambahan bahan teori seperti literature klinik, dan melakukan tatap muka secara langsung dengan pasien.
Kepemimpinan dapat dilakukan dalam bentuk seleksi dan pemilihan obat, pendekatan terhadap dokter dan farmasis, dan harga yang dikeluarkan sesuai dengan jasa yang diterima.
Kebijakan dapat dilakukan dengan pendaftaran obat, pembatasan jenis obat, pembatasan jumlah obat dalam resep dan pembatasan penyerahan obat dalam setiap tindakan pengobatan.
1.      Penyerahan obat yang baik
Penyerahan obat yang baik meliputi pemberian kepada pasien yang tepat dalam dosis yang tepat jumlah dan jenisnya tertulis dalam pelebelan, kemasan yang menjamin keamanan potensi obat dan pemberian informasi yang jelas kepada pasien oleh tenaga farmasis di puskesmas. Penyerahan obat mencakup peristiwa mulai dari resep disiapkan sampai kepada pasien.
1.      Mendorong kepatuhan minum obat pasien.
Kepatuhan minum obat pasien dapat dilakukan melalui peningkatan pengetahuan publik terhadap obat-obatan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan CBIA (cara belajar insan aktif). Kesemua kegiatan diatas dapat dimasukkan dalam RAPBD tiap tahun sehingga dapat menyelesaikan masalah .
PENUNJANG MANAGEMENT (MANAGEMENT SUPPORT)
ORGANISASI
Dalam pemecahan masalah organisasi, yang dilakukan adalah melaksanakan konsep managemen modern yaitu :
·         Total Quality Management (TQM), berfokus kepada perbaikan layanan yang terus menerus dan memaksimalkan fungsi staf.
·         Management By Wondering About (MBWA), mempertahankan pelaksanaan program dan peran serta staf dalam pelaksanaan program
·         Managemen partisipan, mengikutsertakan seluruh staf dalam perencanaan, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
·         Management By Objectives (MBO), melakukan tindakan yang berfokus pada sasaran, pembuatan target kinerja dan penilaian secara berkala terhadap pencapaian target kinerja dan kemajuan pencapaian fungsi organisasi (dalam hal ini Bidang Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir).
1.      2.    PENDANAAN
Pengadaan obat dan perbekalan farmasi menggunakan dana APBD Tk.I dan Tk.II dengan dana yang sangat minim atau jauh dari yang dibutuhkan. Oleh karena itu perlu adanya trategi agar dana yang tersedia dapat dipergunakan semaksimal mungkin dalam mengatasi masalah kesehatan di daerah.
Hal ini dapat dilakukan dengan perhitungan yang jelas tehadap biaya pengobatan perkapita, penentuan jumlah obat sesuai kebutuhan, demonstasi terhadap dampak kesehatan sehingga mendapat pengakuan dari lembaga terkait (eksekutif dan legislatif), analisis perbandingan penyaluran obat dan lain sebagainya.
Belanja obat dapat maksimal dengan cara melihat penggunaan obat secara nasional, syarat efisiensi, keadilan dan berkelanjutan sehingga membutuhkan suatu pendekatan yang pluralistik terhadap berbagai elemen sehingga dapat menambah pembiayaan belanja obat dari sector swasta.
SISTEM INFORMASI
Sistem informasi yang diperlukan dalam mengatasi masalah diatas adalah :
·         Pembuatan buku register, buku besar obat, system pengisian kartu pengeluaran obat untuk tiap unit mulai dari gudang farmasi dinas kesehatan, puskesmas, pustu dan bidan desa yang memperoleh obat.
·         Adanya laporan status periodik obat dari unit penerima kepada unit pemberi (misalnya dari pustu ke puskesmas, dari puskesmas ke dinas kesehatan).
·         Adanya laporan analisis sebagai umpan balik terhadap laporan status periodic dari unit. Laporan ini dibuat oleh penerima laporan dan diberikan kepada pemberi laporan (misalnya dari dinas kesehatan ke puskesmas, dari puskesmas ke pustu).
SUMBER DAYA MANUSIA
Sumber daya manusia pada bidang farmasi sebenarnya sudah mencukupi hanya belum memenuhi criteria the right man in the right place, maka perlu di rekondisikan sebagai berikut :
·         Kepala seksi farmasi diduduki oleh seorang apoteker
·         Ketua panitia penerima barang/obat diduduki oleh seorang apoteker.
·         Staf penerima barang diduduki oleh 4 orang tenaga farmasis (D3 farmasi)
·         Staf penyaluran obat diduduki oleh 2 orang tenaga perawat (SPK/AKPER)
·         Staf pencatatan dan pelaporan oleh seorang tenaga administrasi (D3 komputer)
·         Setiap  staff  harus dibuat TUPOKSI dan PROTAP sehingga dalam melaksanakan pekerjaan harian selalu mengacu kepada kedua hal diatas dan setiap hasil kerja harian dicatat dalam satu buku harian staf yang akan dievaluasi oleh petugas yang bersangkutan setiap hari berikutnya.

Jumat, 16 Oktober 2015

Pelayanan Gawat Darurat Yang Baik


Definisi
Pelayanan Unit Gawat Darurat (UGD) adalah salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit. Setiap rumah sakit pasti memiliki layanan UGD yang melayani pelayanan medis 24 jam. RSIA Bunda Jakarta juga memiliki layanan UGD 24 jam dengan beberapa dokter umum yang melayaninya. UGD 24 jam melayani kasus-kasus khususnya gawat darurat.
Pelayanan gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera (imediatlely) untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving).

 Tujuan
Tujuan dari pelayanan gawat darurat ini adalah untuk memberikan pertolongan pertama bagi pasien yang dating dan menghindari berbagai resiko, seperti: kematian dan cacat, merujuk ke tempat yang lebih memadai, menanggulangi korban kecelakaan, atau bencana lainnya yang langsung membutuhkan tindakan dengan pelayanan optimal, terarah dan terpadu.

KEGIATAN PELAYANAN GAWAT DARURAT
Kegiatan yang menjadi tanggung jawab UGD banyak macamnya, secara umum dapat dibedakan atas tiga macam (Flynn, 1962) :
1.    Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat. Kegiatan pertama yang menjadi tanggung jawab UGD adalah menyelenggarakan pelayanan gawat darurat. Sayangnya jenis pelayanan kedokteran yang bersifat khas ini sering disalah gunakan. Pelayanan gawat darurat sebenarnya bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan penderita (life savng), sering dimanfatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan bahkan pelayanan rawat jalan (ambulatory care). Pengertian gawat darurat yang dianut oleh anggota masyarakat memang berbeda dengan petugas kesehatan. Oleh anggota masyarakat, setiap gangguan kesehatan yang dialaminya, dapat saja diartikan sebagai keadaan darurat (emergency) dan karena itu mendatangi UGD untuk meminta pertolongan. Tidak mengherankan jika jumlah penderita rawat jalan yang mengunjungi UGD dari tahun ke tahun tampak semakin meningkat.
2.    Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan rawat inap intensif. Kegiatan kedua yang menjadi tangung jawab UGD adalah menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan intensif. Pada dasarnya kegiatan ini merupakan lanjutan dari pelayanan gawat darurat, yakni dengan merujuk kasus-kasus gawat darurat yang dinilai berat untuk memperoleh pelayanan rawa inap yang intensif. Seperti misalnya Unit Perawatan Intensif (intensive care unit), untuk kasus-kasus penyakit umum, serta Unit Perawatan Jantung Intensif (intensive cardiac care unit)untuk kasus-kasus penyakit jantung, dan unit perawatan intensif lainnya.
3.    Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat. Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab UGD adalah menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung serta menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada hubungannya dengan keadaan medis darurat (emergency medical questions). Sayangnya, kegiatan ketiga ini belum banyak diselenggarakan.
HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PELAYANAN GAWAT DARURAT
1.    Sistem komunikasi
Kejelasan kemana berita adanya kejadian gawat darurat disampaikan, akan memperpendek masa pra rumah sakit yang dialami penderita. Pertolongan yang datang dengan segera akan meminimalkan resiko-resiko penyulit lanjutan seperti syok hipovolemia akibat kehilangan darah yang berkelanjutan, hipotermia akibat terpapar lingkungan dingin dan sebagainya. Siapapun yang menemukan penderita pertama kali di lokasi harus tahu persis kemana informasi diteruskan. Problemnya adalah bagaimana masyarakat dapat dengan mudah meminta tolong, bagaimana cara membimbing dan mobilisasi sarana tranportasi (Ambulan), bagaimana kordinasi untuk mengatur rujukan, dan bagaimana komunikasi selama bencana berlangsung.
2.    Pendidikan 
Penolong pertama seringkali orang awam yang tidak memiliki kemampuan menolong yang memadai sehingga dapat dipahami jika penderita dapat langsung meninggal ditempat kejadian atau mungkin selamat sampai ke fasilitas kesehatan dengan mengalami kecacatan karena cara tranport yang salah. Penderita dengan kegagalan pernapasan dan jantung kurang dari 4-6 menit dapat diselamatkan dari kerusakan otak yang ireversibel. Syok karena kehilangan darah dapat dicegah jika sumber perdarahan diatasi, dan kelumpuhan dapat dihindari jika upaya evakuasi & tranportasi cedera spinal dilakukan dengan benar. Karena itu orang awam yang menjadi penolong pertama harus menguasai lima kemampuan dasar yaitu :
·         Menguasai cara meminta bantuan pertolongan
·         Menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru)
·         Menguasai teknik mengontrol perdarahan
·         Menguasai teknik memasang balut-bidai
·         Menguasai teknik evakuasi dan tranportasi
Golongan orang awam lain yang sering berada di tempat umum karena bertugas sebagai pelayan masyarakat  seperti polisi, petugas kebakaran, tim SAR atau guru harus memiliki kemampuan tambahan lain yaitu menguasai kemampuan menanggulangi keadaan gawat darurat dalam kondisi :
·         Penyakit anak
·         Penyakit dalam
·         Penyakit saraf
·         Penyakit Jiwa
·         Penyakit Mata dan telinga
Penyebarluasan kemampuan sebagai penolong pertama dapat diberikan kepada masyarakat yang awam dalam bidang pertolongan medis baik secara formal maupun informal secara berkala dan berkelanjutan. Pelatihan formal di intansi-intansi harus diselenggarakan dengan menggunakan kurikulum yang sama, bentuk sertifikasi yang sama dan lencana tanda lulus yang sama. Sehingga penolong akan memiliki kemampuan yang sama dan memudahkan dalam memberikan bantuan dalam keadaan sehari-hari ataupun bencana masal.
3.    Tranportasi
Alat tranportasi yang dimaksud adalah kendaraannya, alat-alatnya dan personalnya. Tranportasi penderita dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara. Alat tranportasi penderita ke rumah sakit saat ini masih dilakukan dengan kendaraan yang bermacam-macam kendaraan tanpa kordinasi yang baik. Hanya sebagian kecil yang dilakukan dengan ambulan, itupun dengan ambulan biasa yang tidak memenuhi standar gawat darurat. Jenis-jenis ambulan untuk suatu wilayah dapat disesuaikan dengan kondisi lokal untuk pelayanan harian dan bencana.
4.    Pendanaan
Sumber pendanaan cukup memungkinkan karena system asuransi yang kini berlaku di Indonesia. Pegawai negeri punya ASKES, pegawai swasta memiliki jamsostek, masyarakat miskin mempunyai ASKESKIN. Orang berada memiliki asuransi jiwa
5.    Quality Control
Penilaian, perbaikan dan peningkatan system harus dilakukan secara periodic untuk menjamin kualitas pelayanan sesuai tujuan.

 INDIKATOR MUTU
Untuk mengendalikan mutu pelayanan Unit Gawat Darurat, maka perludilakukan upaya secara terus menerus menilai kemampuan dan hasil pelayananinstalasi / unit gawat darurat. Dengan kriteria:
1.    Ada data dan informasi mengenai:
·         Jumlah kunjungan
·         Kecepatan pelayanan (respon time)
·         Pola penyakit / kecelakaan (10 terbanyak)
·         Angka kematian
2.    Instalasi/ Unit Gawat Darurat harus menyelenggarakan evaluasi terhadap pelayanan kasus gawat darurat sedikitnya satu kali dalam setahun.
3.    Instalasi/ Unit Gawat Darurat harus menyelenggarakan evaluasi terhadap kasus-kasus tertentu sedikitnya satu kali dalam setahun
Standar Pelayanan Gawat Darurat
Menurut UU Menteri Kesehatan RI Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009, menyatakan bahwa :
1.      Setiap rumah sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki kemampuan :
§  Melakukan pemeriksaan awal kasus – kasus gawat darurat.
§  Melakukan resusitasi dan stabilisasi (life saving).
2.      Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.
3.      Berbagai nama untuk instalasi / unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit diseragamkan menjadi INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
4.      Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus gawat darurat.
5.      Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima) menit setelah sampai di IGD.
Referensi:
PCCMI. -------- : Penanggulangan Penderita Gawat Darurat, Jakarta
Pusponegoro, Aryono D. 1995 : Organisasi PPGD. IKABI Jakarta
AGD 118, ______: Buku pelatihan PPGD bagi Perawat, tidak dipublikasikan